Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di gelar oleh Bidang Pembinaan Umat (BPU) Dewan Pengurus Daerah Partai Keadilan Sejahtera (DPD PKS) Kota Malang pada hari Jumat (14/10) bekerja sama dengan Majelis Dzikir dan Sholawat Nurul Muhibbin di Kantor Dewan Pimpinan Tingkat Daerah (DPTD) PKS Kota Malang, Jalan Joyosuko Timur.
Dalam sambutannya, Ernanto Joko, selaku ketua DPD PKS Kota Malang mengungkapkan dalam bahasa jawa lek urip iku urup, bahwa jika hidup itu harus menyala, dalam hal ini jika kita hidup, maka harus bermanfaat bagi orang lain, dan itu merupakan ciri terbaik bagi orang yang bertakwa.
“ini bulan maulid, semoga kita mendapat keberkahan” ungkap Joko.
Agenda berikutnya dilangsungkan ceramah oleh Romo Kyai Ali Taufik, selaku Pengasuh Pondok Pesantren Miftahul Ulum Asy Syar’iyyah, Kota Malang. Romo Kyai Ali berpesan kepada para hadirin undangan peringatan Maulid Nabi akan cerita Tsumamah bin Utsal al-Hanafi. Tsumamah merupakan salah satu sahabat Nabi yang dahulu benci terhadap Nabi, tetapi akhirnya masuk Islam dikarenakan akhlak dari Nabi Muhammad SAW.
“Wahai Muhammad, demi Allah di muka bumi ini tidak ada wajah yang paling aku benci melebihi wajahmu, namun sekarang wajahmu menjadi wajah yang paling aku cintai. Demi Allah, tidak ada agama yang paling aku benci melebihi agamamu, namun saat ini agamu menjadi agama yang paling aku cintai. Demi Allah tidak ada negeri yang paling aku benci melebihi negerimu, namun saat ini ia menjadi negeri yang paing aku cintai.” ungkap Romo Kyai Ali, memaparkan perkataan dari Tsumamah akan kecintaannya terhadap Nabi Muhammad SAW.
Nabi Muhammad, menurut Romo Kyai Ali, sebelum diangkat menjadi Nabi, juga sudah menunjukkan teladannya. Sehingga orang-orang disekitarnya merasa senang akan kehadiran Nabi. Pun begitu di tengah-tengah kehidupan politik Nabi. Nabi pun menjadi Uswatun Hasanah (teladan yang baik).
Romo Kyai Ali menjelaskan berkaitan dengan Perjanjian Hudaibiyah. Persitiwa terbentuknya Perjanjian Hudaibiyah terjadi setelah meletup rentetan bentrok militer antara umat Islam dengan kaum Quraiys, termasuk perang Badar, Uhud, hingga Khandaq. Sebelum perjanjian itu diteken, hubungan Madinah-Makkah dalam situasi menegangkan sehigga kedua kubu saling bersiaga.
Dikala Nabi ingin berangkat Umrah, tutur Romo Kyai Ali, Nabi berangkat dengan para sahabat, tanpa membawa senjata, kecuali pedang dan sarungnya sebagaimana musafir di masa itu. Tetapi kaum Quraiys berusaha untuk menghadang rombongan Nabi, karena khawatir Nabi bersiasat untuk perang, padahal Rasulullah hanya ingin masuk Makkah untuk beribadah. Sehingga terjadilah peristiwa sumpah setia para sahabat bahwa mereka tidak akan pulang sebelum memerangi kaum Quraiys, imbas dari isu yang beredar bahwa utusan Rasulullah, Utsman bin Affan, terbunuh. Peristiwa tersebut dikenal dengan Bai’at ar-Ridwan.
Menyadari situasi yang genting, Kaum Quraisy mengutus Suhail bin Amr untuk membahas perjanjian damai dengan Rasulullah SAW. Sehingga terciptalah Perjanjian Hudaibiyah .
“Dalam mencintai Nabi Muhammad SAW, dapat dilakukan dari yang terkecil (termudah_red) terlebih dahulu, kemudian menambah yang kecil-kecil lainnya” tutup Romo Kyai Ali Taufik pada ceramahnya dihadapan anggota PKS Kota Malang.